Oleh: Afrianto Daud
Ketika guru berdiri di depan kelas, maka dia sesungguhnya sedang menjalankan peran yang kompleks. Tak hanya sekedar bicara menjelaskan pelajaran, tetapi lebih dari itu. Seorang guru sesungguhnya berperan jamak. Ada yang langsung terlihat oleh siswa. Banyak yang tak terlihat.
Seorang guru bahkan telah menjalankan tugas itu jauh sebelum dia berdiri di depan kelas. Layaknya sebuah pertunjukan drama, guru adalah penulis naskah 'kisah drama' yang akan dia pentaskan di dalam kelas. Untuk ini dia mesti menyusun skenario pembelajaran. Sebutlah itu lesson plan, materi ajar, quiz, dan media pembelajaran.
Saat harinya tiba, guru tak hanya menjadi seorang yang mentransfer pengetahuan, dia juga adalah seorang 'aktor' yang tengah memainkan peran dari skenario naskah yang dia tulis. Agar sukses dan bisa memikat penonton, dia harus benar-benar bisa menjiwai peran yang dia lakukan. Dia mesti menjalankan peran itu secara penuh. Mengajar sepenuh jiwa - being a passionate teacher.
Jika semua kalimat guru adalah magic, maka dalam memainkan perannya sebagai aktor, setiap gerakan guru di depan siswa (besar atau kecil, terlihat atau sumir) bermakna. Ya, setiap gerakan guru sekecil apapun akan menyampaikan banyak pesan kepada siswa.
Senyuman guru akan mengalirkan energi positif kepada siswa. Anggukan guru akan memberi keyakinan dan keberanian siswa untuk bereksplorasi. Tepukan kecil di pundak siswa mengalirkan semangat. Sebaliknya, wajah guru yang cemberut akan membuat kelas menjadi tak nyaman. Gelengan kepala guru akan menciutkan nyali siswa. Guru yang terkantuk-kantuk di depan siswa telah membubarkan esensi kelas jauh sebelum lonceng pulang berbunyi.
Karena setiap kata dan gerakan tubuh guru bicara, itulah sebabnya guru dianjurkan untuk memperhatikan tampilan fisiknya. Guru mesti tampil rapi dan enak dipandang, misalnya. Jangan sampai guru lupa memasang satu kancing bajunya. Lupa memasang ikat pinggang. Atau malah lupa memasang rensleting celana. Bahaya!
Guru mesti pandai 'berminyak air', mengelola perasaan. Semarah apapun guru pada sebuah suasana, dia terlarang marah besar, bermerah muka, apalagi sambil membentak-bentak di depan kelas. Dia harus belajar kepada pembaca berita di layar TV, yang tetap tersenyum di hadapan layar, walau hati dan jiwanya mungkin sedang berduka. Ini tak mudah, tapi guru hebat  biasanya bisa melakukannya .
Guru adalah juga dirigen yang memimpin sebuah orkestra. Dia yang menjadi pengarah kemana suasana kelas akan di bawa. Dia yang menentukan naik turun nada. Dialah diantara sumber penting semangat yang mengaliri jiwa siswa.
Maka, jika ada siswa yang mengantuk di dalam kelas, itu tak selalu salahnya siswa. Tapi, bisa jadi karena gurunya tak mampu mengorkestrasi kelas sebagaimana seharusnya. Jika ada siswa yang tak paham materi yang diajarkan guru, belum tentu karena siswanya kurang pintar dan sejenisnya. Boleh jadi lebih pada guru yang perlu memperbaiki cara mengajarnya.
Tentu tak hanya itu peran jamak guru. Masih banyak lagi.
Pernah kau mencoba menghitung banyak bintang di langit? Bisa? Kalau tak bisa. Kira-kira begitulah banyaknya tugas dan peran guru.
Karena banyak itulah, wajar jika guru disebut sebagai pahlawan peradaban. Inilah kelompok manusia yang akan pertama masuk surga, jika mereka ikhlas menjalankan tugasnya.