Oleh: Afrianto Daud
Tidak mengherankan, bahwa secara kuantitas jumlah publikasi dari penulis Indonesia meningkat tajam dalam 6 tahun terakhir. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi ( Diktiristek ) Kemendikbudristek Prof Nizam mengatakan dalam kurun waktu 6 tahun jumlah publikasi internasional yang dihasilkan para akademisi meningkat 600%. Wow!
Peningkatan kuantitas publikasi ini tentu adalah tanda-tanda baik. Tidak hanya mengindikasikan bahwa banyak orang Indonesia mulai masuk ke khazanah ilmu pengetahuan tingkat dunia, hal ini juga tentu akan memberi dampak jangka panjang pada keberlangsungan pengetahuan. Ilmu yang terpublikasi akan berdampak luas. Dunia yang menglobal membuat jangkauan dampak publikasi seperti nyaris tak terhitung.
Selain aspek konten (yang menjadi core publikasi), para penulis juga perlu memiliki kemampuan teknis, seperti membuat sitasi dan menulis referensi dengan benar sesuai standar yang diminta jurnal yang dituju. Kesalahan pada aspek teknis ini tak jarang membuat sebuah publikasi ditolak. Padahal, konten tulisan bisa jadi bagus.
Rejection karena aspek layout dan teknis ini terjadi karena biasanya sebuah manuskrip akan pertama kali diperiksa oleh editor jurnal sebelum diteruskan ke reviewer. Selain memeriksa kesesuaian skop tulisan pada jurnal, editor juga akan memeriksa kesesuaian tata cara penulisan (misalnya sitasi dan referensi) dengan guideline jurnal. Jika tidak sesuai, seorang editor bisa saja mengembalikan atau menolak sebuah submission sebelum melihat content secara utuh.
Sayang sekali bukan?
Untuk alasan itulah para penulis perlu bekerja dengan apa yang disebut dengan 'reference manager'. Sebuah software yang dikembangkan untuk membantu penulis mengelola referensi, termasuk dalam membuat sitasi dan referensi otamatis. Software ini sangat membantu mempermudah sebagian kerja penulisan. Terutama terkait aspek teknis pengutipan sumber tulisan.
Bayangkan jika kita membuat sitasi dan referensi secara manual. Biasanya sering ada kesalahan. Selain repot menghapal berbagai bentuk reference style yang beda-beda, juga kadang lupa menuliskan referensi tertentu baik di dalam teks, maupun di daftar pustaka. Belum lagi kalau mesti ganti tulisan dengan 24 referensi atau lebih dengan style tertentu (APA, misalnya) ke style lain (IEEE, misalnya) secara manual. Repot banget!
Di Monash University dulu kami pakai EndNote yang disediakan gratis oleh kampus untuk mahasiswa. Tapi, setelah saya pulang, saya tak lagi punya akses ke EndNote. Kalau tetap mau pakai, mesti beli sendiri . Saya kemudian beralih ke Mendeley. Tentu, karena software ini GRATIS.
Meskipun gratis, fitur-fitur Mendeley lebih dari cukup untuk digunakan dalam membantu membuat sitasi dan referensi otomatis sesuai standar jurnal. Sekali lagi, Mendeley cukup dan recommended digunakan.
Yuk, yang mau belajar Mendeley. It helps and saves your time a lot
---
Senin lalu, berbagi dengan pegawai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait penggunaan Mendeley.
Silakan japri saya bagi yang tertarik belajar Mendeley ya.