Presiden
Joko Widodo baru saja mengumumkan pergantian personil menteri di jajaran
Kabinet Kerjanya sebagai bagian dari reshuffle kabinet jilid 2 yang dia lakukan
sejak terpilih menjadi presiden dua tahun silam. Terdapat ada 13 kementerian
yang dikocok ulang. 5 menteri berpindah posisi, seperti halnya Luhut Binsar Pandjaitan yang didaulat menjadi Menteri Koordinator
Kemaritiman, menggantikan Rizal Ramli. Sebelumnya, Luhut menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan.
Sementara, ada tujuh menteri lain diganti dengan yang baru, termasuk di
dalamnya nama Anis Baswedan yang digantikan oleh Prof. Muhadjir Effendy sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tulisan ini akan khusus membahas apa yang
sudah dilakukan oleh Anis Baswedan sebagai Mendikbud yang lalu dan apa harapan
serta tantangan yang akan dihadapi oleh bapak menteri yang baru.
Lazimnya
sebuah keputusan politik, reshuffle
jilid 2 ini juga direspon beragam oleh masyarakat. Pro kontra senantiasa ada
dalam setiap keputusan pemerintah. Cukup banyak masyarakat, misalnya, yang
mempertanyakan keputusan presiden mencopot Anis Baswedan. Bisa jadi karena Anis
sejauh ini dianggap sebagai salah satu menteri dengan performa cukup baik.
Beberapa survey sepanjang tahun 2015 tentang kinerja menteri Kabinet Kerja
menunjukkan bahwa Anis dianggap memiliki kinerja baik dengan selisih nilai
sedikit berada di bawah menteri Susi. Survey Indo Barometer yang dilakukan di
34 provinsi di Indonesia pada bulan Maret 2015, misalnya, menunjukkan bahwa
Anis Baswedan disebut sebagai menteri dengan kinerja paling baik, setelah
menteri Kelautan dan Perikananan, Susi
Pudjiastuti.
Walaupun
masih belum cukup parameter untuk menilai hasil pendidikan di bawah komando
Anis Baswedan, setidaknya Anis telah menawarkan sebuah sistem pendidikan yang
lebih humanis, ramah anak, dan partisipatif. Kebijakan meniadakan UN sebagai
syarat kelulusan siswa, penghapusan MOS yang militeristik atau bahkan
perpoloncoan, penekanan pada pentingnya rasa aman di sekolah, dan pentingnya
pendidikan keluarga adalah diantara hal-hal baik yang telah dimulai Anis
Baswedan. Terlepas dari survey dan opini di masyarakat,
pada akhirnya semua orang harus paham bahwa menteri itu adalah jabatan politik.
Keberadaan siapapun di sana tak lepas dari kemauan seorang presiden dengan hak
perogratifnya.
Menteri Baru:
Lanjutkan dan Ditingkatkan
Ada
kekhawatiran klasik di kalangan masyarakat bahwa kebijakan pendidikan nasional
selama ini cenderung mengikuti gaya dan maunya pejabat di kementerian.
Pergantian pejabat menteri tak jarang juga diikuti oleh berubahnya sistem dan kebijakan.
Ini tentu tak elok untuk perjalanan pendidikan nasional kita di masa sekarang
dan masa yang akan datang. Karena pendidikan itu seharunya berkelanjutan, terencana,
dan sistematis. Tidak tambal sulam, tukar tambah, dan bisa berubah seiring
perubahan angin politik. Karenanya kita berharap kepada kepada bapak menteri
yang baru untuk bisa meneruskan hal-hal baik yang telah dimulai pak Anis dan
juga pejabat sebelumnya.
Prof.
Muhadjir Effendy sendiri bukanlah orang
baru dalam dunia pendidikan nasional. Sebagai mantan rektor, beliau bahkan
lebih senior dari Anis Baswedan dalam hal pengalaman di dunia pendidikan. Latar
belakangnya yang aktif di kepengurusan Muhammadiyah juga memberi poin penting
bagi pak menteri yang baru ini dalam menata pendidikan nasional kita. Karena
Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat yang sudah lama mengabdikan diri di
bidang pendidikan. Peran Muhammadiyah dalam mempercepat perkembangan dan
peningkatan kualitas pendidikan nasional tentu tak kan bisa terbantahkan.
Selain
harapan untuk meneruskan program baik dari menteri sebelumnya, sejumlah
tantangan telah menunggu kerja keras dari menteri pendidikan yang baru.
Tantangan ini menjadi lebih bermakna di tengah tingginya harapan masyarakat
untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan merata, seiring dengan
meningkatkanya anggaran pendidikan nasional sesuai amanat undang-undang. Tidak
hanya kualitas dalam bentuk angka-angka numerik di ranah afektif, tetapi yang
tak kalah penting adalah bagaimana membangun anak-anak Indonesia yang
berkarater, cerdas secara emosional dan spiritual.
Unruk
memenuhi harapan publik ini, tantangan utama adalah bagaimana meneruskan
peningkatan kualitas tenaga pendidik sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem
pendidikan nasional di lapangan. Program sertifikasi guru dan pelatihan guru
pembelajar yang sedang berjalan harus terus dievaluasi, agar keberadaannya
tidak hanya memenuhi aspek administratif manajemen pendidikan. Namun, bisa
dirasakan manfaatnya pada kinerja dan peningkatan kompetensi para pendidik ini
di lapangan. Kualitas guru ini tidak hanya terkait dengan para guru yang sudah
bertugas mengajar di sekolah, tetapi juga berhubungan dengan kualitas para
calon guru. Untuk poin kedua, Kemendikbud perlu berkoordinasi intens dengan
Kemenristekdikti yang membawahi ratusan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Kependidikan (LPTK) sebagai institusi yang memproduksi calon guru.
Pelaksanaan
kurikulum adalah tantangan lainnya. Selain terus memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kurikulum saat ini (KTSP), perlu usaha keras untuk memastikan
apakah Kurikulum 2013 (K13) yang sebelumnya dihentikan sementara pelaksanaannya
oleh Mendikbud yang lalu masih akan tetap dipending, atau sudah saatnya
diberlakukan dengan segera secara nasional. Ini penting, karena secara
konseptual Kurikulum 2013 sebenarnya menjanjikan cukup banyak perubahan
substantif dalam pada aspek pengajaran dan sistem evaluasi pendidikan. Mendikbud
yang baru harus bisa memastikan bahwa seluruh perangkat penunjang kurikulum,
seperti kemampuan guru, dan fasilitas sekolah sudah siap agar K13 bisa segera
dipakai.
Pemerataan
kualitas pendidikan adalah juga tantangan serius. Bapak menteri yang baru perlu
menerjemahkan visi pemerintahan Jokowi yang menyebut pembangunan nasional
melalui strategi membangun Indonesia dari pinggiran. Ini tentu tidak hanya
berarti membangun infrasturktur yang baik di daerah, tetapi juga membangun sumber
daya manusia yang berkualitas sampai ke pelosok Indonesia yang terserak
diantara ribuan pulau. Ini tentu tak mudah. Untuk menjawab tantangan ini,
Kemendikbud sepertinya perlu memperbanyak program pengiriman tenaga pendidik
dan kependidikan yang kompeten ke berbagai pelosok Indonesia, persis semangat
program Indonesia Mengajar yang dipelopori Anis Baswedan.
Tentu,
tantangan menteri yang baru tidak hanya berhenti pada beberapa poin yang
disebutkan di atas. Masalah pendidikan kita sungguh kompleks. Termasuk juga
bagaimana menteri baru mengelola sistem penerimaan siswa baru, pelaksanaan
Ujian Nasional, pengadaan sarana dan para sarana pembelajaran, dan membangun
hubungan yang tidak terputus antara pendidikan menengah dengan harapan
perguruan tinggi yang notabene dikelola oleh dua kementerian berbeda. Ini belum
bicara tentang efektifitas pengelolaan keuangan kementerian dengan anggaran
yang fantastis (mencapai Rp 42,6 triliun pada
tahun 2016). Anggaran yang sangat besar ini tentu butuh dikelola secara tepat
dan efektif agar penggunaannya bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat
Indonesia.
Pada akhirnya tentu perlu kita ingat bahwa pemerintah tidak
bisa bekerja sendirian. Dukungan dan partisipasi publik sangat diperlukan.
Dengan demikian, sinergi antara orangtua, masyarakat, sekolah dan dunia kerja
perlu terus diciptakan dan ditingkatkan. Mengingat begitu rumitnya masalah
pendidikan nasional kita, kita tentu tak bisa berharap akan selesai dalam
sebulan dua bulan, bahkan juga tidak dalam satu dua tahun. Namun, yang pasti
semua pihak bisa memulai dan berpartisipasi sesuai kapasitas masing-masing
untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik sejak hari ini. Selamat bekerja
dan berkarya bapak mentri yang baru!
Penulis adalah dosen FKIP Universitas Riau, alumnus Fakultas Pendidikan Monash University Australia.
Penulis adalah dosen FKIP Universitas Riau, alumnus Fakultas Pendidikan Monash University Australia.