Karikatur Nabi; Blessing in Disguise
Oleh: Afrianto Daud
Sudah sama-sama kita ketahui bagaimana reaksi masyarakat dunia (baca: kaum muslimin) terkait pelecehan terhadap nabi Muhammad SAW dengan dipublikasikannya 12 karikatur nabi oleh beberapa media massa di Eropa (pertama kali dipublikasikan oleh Jyllands Posten, sebuah media nasional Denmark, tanggal 30 September 2005, tapi kemudian diterbitkan ulang oleh beberapa media Barat lainnya seperti majalah terbitan Norwegia pada Januari 2006, dua surat kabar di Selandia Baru milik kelompok penerbit Australia, Fairfax Wellington's, Dominion Post dan Christchurch's Press, serta sejumlah media terbitan Perancis antara lain France Soir, media di Jerman dan lain-lain). Hampir semua kaum muslimin marah, merasa terlecehkan, bahkan merasa tertantang. Betapa tidak, karena 12 kartun itu dinilai sangat provokatif, melecehkan, menghina, membentuk opini yang jelas sangat tidak sesuai dengan sosok nabi Muhammad SAW sebagai rasul yang sangat dihormati.
Bahkan, masalah kartun inipun menjadi isu internasional yang menyedot perhatian masyarakat dunia. Tak kurang para pemimpin dunia, seperti sekjen PBB, Koffi Anan, pimpinan Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan para petinggi Uni Eropa (UE) beberapa kali ikut menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang kasus kartun nabi ini. Kantor kedutaan Denmark di beberapa negara diserang dan dibakar massa. Bahkan, walikota London, Ken Livingstone, ikut ambil bagian dalam puluhan ribu demonstran yang menyesalkan publikasi kartun itu (Tempo Interaktif, 11/02/2006).
Di tanah air sendiri aksi protes ini tak kalah dahsyat. Ribuan orang berdemonstrasi ke kedutaan Denmark di Jakata. Pemerintah RI telah mengeluarkan statemen resmi menyayangkan penerbitan kartun itu. Beberapa kalangan menghimbau untuk memboikot produk Denmark. Sekelompok kaum muslim di Pondok Pesantren An-Najiyah, Sidosermo, Surabaya, bahkan telah berikrar siap mati untuk membela Rasulullah dan kemudian berniat mensweeping warga Denmark di Indonesia. Puncaknya, pemerintah Denmark secara resmi (sementara) menutup kedutaannya di Jakarta.
Sebelumnya, pemerintahan Denmark, diwakili Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen, sekaligus pimpinan Redaksi Jyllands Posten, Carsten Juste, meminta maaf kepada kaum Muslimin. Dalam siaran persnya, Pemerintah Denmark menyatakan permintaan maaf kepada umat Islam dunia dan menyatakan sangat prihatin dengan pemuatan gambar kartun Nabi Muhammad di surat kabar Jyllands Posten. Pemerintah Denmark juga mengatakan bahwa mereka mengutuk segala ungkapan, tindakan atau tanda yang berniat menghina sekelompok orang berdasarkan agama atau suku, karena hal itu suatu yang tidak dapat diterima oleh masyarakat yang saling menghormati. (Kompas, 3/02/2006)
Blessing in Disguise
Dibalik kemarahan mayoritas kaum muslimin yang diekspresikan dengan berbagai cara itu, sepertinya ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari tragedi karikatur nabi ini. Saya menyebutnya sebagai blessing in disguise, karena di balik rasa terlecehkan, saya melihat justru kaum muslimin dalam batas-batas tertentu diuntungkan.
Hikmah yang sangat jelas adalah bahwa kartun nabi yang provokatif itu, tanpa sadar telah membangkitkan ghirah kaum muslimin di seluruh dunia. Ghirah yang kemudian secara langsung ataupun tidak telah memperkuat ruhul ukhuwah islamiah atau solidaritas antar kaum muslimin. Sepanjang hidup saya, sepertinya belum pernah ada satu isupun yang menjadi sentral isu kaum muslimin di seluruh dunia selama ini. Bahkan, isu pembebasan Palestinapun sepertinya tidak menjadi concern semua masyarakat muslim. Namun, isu kartun nabi menjadi perhatian hampir seluruh kaum muslimim di manapun.
Dengan demikian, ketika semangat kebersamaan kaum muslimin terbentuk melalui kasus ini, pada gilirannya suasana ini akan memberi efek positif baik kepada kaum muslimin secara internal maupun kepada kalangan non muslim secara eksternal. Bagi kaum muslimin, kartun nabi ini adalah pelajaran berharga untuk senantiasa menyatukan barisan menghadapi segala kemungkinan buruk dari kalangan islamaphobia, kelompok non muslim yang begitu takut dengan Islam sehingga terus berusaha menyerang Islam dan kaum muslimin secara membabi buta.
Tampaknya sampai kiamat datang benturan-benturan sepeti ini akan terus berulang. Sejarah membuktikan bahwa pelecehan kaum muslimin telah terjadi berulang kali. Mungkin masih segar dalam ingatan kita ketika Salman Rusydie mengarang buku the satanic verses yang kontroversial itu, atau ketika para orientalis barat memperkenalkan Islam sebagai agama yang disebarkan dengan pedang, agama yang tak menghargai kaum perempuan, anti demokrasi, dan opini miring lainnya.
Secara eksternal, kasus kartun nabi telah memberikan pelajaran sangat penting kepada non muslim bahwa kaum muslimin dari dulu sampai sekarang adalah kekuatan yang tetap eksis. Islam adalah agama yang tak lekang oleh panas, tak lepuk oleh hujan. Solidaritas kaum muslimin adalah kekuatan yang sangat mungkin bisa membuat non muslim takut. Banyak mungkin orang di barat tak habis pikir, mengapa masalah “ecek-ecek” seperti ini bisa direspon sedemikian serius oleh semua kaum muslimin.
Yang paling penting adalah, sama halnya dengan pasca peristiwa 11/9, kasus karikatur nabi juga telah menjadi iklan gratis Islam kepada seluruh dunia. Semakin banyak orang di Eropa yang bertanya dan mendiskusikan Islam. Di Prancis, misalnya, Nabi Muhammad Saw dan Islam menjadi headline dan topik pembicaraan di media massa Prancis. Nama Nabi Muhammad dan agama Islam menjadi buah bibir di kalangan media massa Prancis, dan juga di kalangan masyarakat umum di sana. TV-TV di Prancis menayangkan acara diskusi kalangan intelektual Muslim dan non-Muslim tentang krisis akibat publikasi kartun-kartun Nabi Muhammad SAW, sementara stasiun-stasiun televisi lainnya menayangkan program-program dokumenter tentang peradaban Islam (Islamonline.net, 12/2/2006). Sangat mungkin fenomena yang sama juga terjadi di belahan dunia yang lain.
Ketika makin banyak orang mengenal Islam di Eropa yang selama ini sebahagian besar penduduknya dikenal sekuler bahkan atheist dengan cara menggali dan bertanya dari sumber aslinya, sangat jelas hal itu adalah proses dakwah Islam yang luar biasa. Sangat logis kemudian, kalau kita berharap bahwa seiring perjalanan waktu akan terus terjadi migrasi besar-besaran manusia dari seluruh penjuru dunia untuk memeluk agama ini. Bukankah ini Blessing in Disguise? Wallahu a’lam.
*Afrianto Daud adalah mahasiswa S2 Monash University Australia